Kamis, 11 Oktober 2012

Aku bukan Bisma

Pada sebuah senja aku bercerita...

Bisma, salah satu tokoh wayang yang (menurutku) sebenar benarnya lelaki. Dia (tak sengaja) membunuh gadis yang dicintai, karena terikat sumpah madat, sumpah tidak menikah seumur hidup. Tapi apakah Bisma itu ada? kalau pun dia ada, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk dia "move on"?.

Aku tak mau jadi Bisma, karena aku bukan dia, akupun tak tahu apakah dia memang benar benar ada. Aku ingin jadi aku. Yang bisa menangis, tertawa, sampai menangis lagi, sampai tertawa lagi.

Mari kita bicara sedikit tentang Bisma, perawakan yang kekar dengan wajah teduh saat memberi nasehat, dan jenggot putih dengan bidadari bergelantungan. Bisma, seperti yang aku ceritakan diatas, pernah bersumpah madat, dan dipeganggnya sumpah itu seumur hidup. Salah satu cerita yang membuat aku menilai dia sebagai lekaki sejati. Karena bagaimanapun, di dunia ini yang paling berat ialah sumpah dan janji. Itulah yang aku ragukan dari diriku untuk menjadi Bisma. Aku tak sanggup memegang sumpah atau janji yang sialnya itu keluar dari mulutku sendiri. Karena aku manusia.

Kembali ke Bisma...
Karena sumpah itulah dia tak sengaja membunuh Dewi Amba, seoarang dewi yang mencintainnya dan diam diam Bisma juga mencintainya, diam diam. Kehilangan, itu pasti, seberapa pedih rasa itu? rasa kasih yang tak diungkapkan, rasa kehilangan yang tak satupun orang tahu, dirasakannya sendiri, menangis dalam diam, karena dia menyanyanginya diam diam. 

Masih inginkah aku seperti Bisma, yang mencintai diam diam, tanpa kepastian, tanpa pengakuan. Tidak, aku bukan Bisma.

Tapi tahukah, diakhir cerita, Bisma berakhir bahagia, rohnya dijemput Dewi Amba untuk menuju Nirwana. Kalau yang satu ini, aku ingin seperti dia, bersanding dengan seorang yang kucinta, bukan seorang istri ataupun pacar, tapi seoarang yang kucinta. Karena jodoh adalah orang yang ada di hati menjelang ajalku.

Dari ruang yang bernama ADA, aku bertanya...
Masih berlaku kah janji itu? meski aku dan kamu bukanlah Bisma

1 komentar: